HomeKHASANAHHEADLINE_KHASANAH

Fatwa MUI dan Salam Lintas Agama: Perspektif Prof. Ahmad Tholabi Kharlie

LBJ - Dalam merespons polemik yang muncul setelah peluncuran fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan haramnya pengucapan salam lintas

Mengapa Mengonsumsi Kafein di Pagi Hari Penting untuk Kualitas Tidur?
Anak Kurang Tidur Berisiko Tinggi Hipertensi, Studi Terbaru Mengungkapkan
Manfaat Mengejutkan Bawang Putih untuk Kesehatan Tubuh

Prof. Ahmad Tholabi Kharlie menyatakan fatwa haram tidak mengikat dan absolut (Instagram@tholabikharlie)

LBJ – Dalam merespons polemik yang muncul setelah peluncuran fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan haramnya pengucapan salam lintas agama, Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Ahmad Tholabi Kharlie, menegaskan bahwa fatwa tidak bersifat absolut. Menurutnya, fatwa hanya mengikat bagi orang yang meminta fatwa atau mustafti.

Prof. Ahmad Tholabi menjelaskan bahwa akan selalu ada tafsir-tafsir berbeda berdasarkan pemahaman atas teks-teks suci.

“Publik harus bijak dan bajik. Tidak saling klaim kebenaran mutlak atau menghujat suatu pendapat hukum tertentu,” katanya seperti yang dikutip Antara.

Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta itu menekankan bahwa fatwa sebagai produk pemikiran Hukum Islam bersifat relatif dan tidak mengikat. Menurutnya, salam lintas agama harus ditempatkan pada porsi yang tepat.

“Tak mungkin dan tak lazim salam lintas agama dilakukan dalam forum internal umat Islam, seperti dalam khutbah Jumat atau pengajian keagamaan yang hanya dihadiri oleh internal umat Islam. Namun, menjadi hal lazim salam lintas umat beragama dilakukan di forum publik,” ujarnya.

Ia menambahkan, salam lintas agama di forum publik merupakan bagian dari upaya membangun harmoni antarumat beragama.

Tholabi juga menuturkan bahwa ada kalanya kaidah agama dapat diakomodasi melalui kaidah hukum, namun ada kalanya juga tidak. Menurutnya, fatwa MUI termasuk dalam kategori kaidah agama yang tidak dapat diakomodasi dalam kaidah hukum positif. Oleh karena itu, fatwa tersebut tidak ditujukan dalam konteks eksternal umat Islam.

“Di sini pentingnya pemilahan forum internum dan eksternum. Negara menjamin setiap umat beragama dalam mengekspresikan agama dan keyakinannya di forum internum. Dalam forum eksternum, negara berkewajiban membangun harmoni antarumat beragama,” tutup Ahmad Tholabi Kharlie.***

COMMENTS

WORDPRESS: 0